Daftar Blog Saya

Rabu, 25 Februari 2009

BAB 1

PENELITIAN MODEL PEMBERDAYAAN KELUARGA

DALAM MENCEGAH TINDAK TUNA SOSIAL

OLEH REMAJA DI PERKOTAAN

I. PENDAHULUAN

Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama yang memberikan pengaruh sangat besar bagi tumbuh kembangnya remaja. Dengan kata lain, secara ideal perkembangan remaja akan optimal apabila mereka bersama keluarganya. Tentu saja keluarga yang dimaksud adalah keluarga yang harmonis, sehingga remaja memperoleh berbagai jenis kebutuhan, seperti kebutuhan fisik-organis, sosial maupun psiko-sosial.

Uraian tersebut merupakan gambaran ideal sebuah keluarga. Pada kenyataannya, tidak semua keluarga dapat memenuhi gambaran ideal tersebut. Perubahan sosial, ekonomi dan budaya dewasa ini telah banyak memberikan hasil yang menggembirakan dan berhasil meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian pada waktu bersamaan, perubahan-perubahan tersebut membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi keluarga. Misalnya Adanya gejala perubahan cara hidup dan pola hubungan dalam keluarga karena berpisahnya suami/ibu dengan anak dalam waktu yang lama setiap harinya. Kondisi yang demikian ini menyebabkan komunikasi dan interaksi antara sesama anggota keluarga menjadi kurang intens. Hubungan kekeluargaan yang semula kuat dan erat, cenderung longgar dan rapuh . Ambisi karier dan materi yang tidak terkendali, telah mengganggu hubungan interpersonal dalam keluarga.

Dalam kaitannya dengan permasalahan remaja, rintangan perkembangan remaja menuju kedewasaan itu ditentukan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi anak diwaktu kecil di lingkungan rumah tangga dan lingkungan masyarakat, dimana anak itu hidup dan berkembang. Jika seseorang individu dimasa kanak-kanak banyak mengalami rintangan hidup dan kegagalan, maka frustrasi dan konflik yang pernah dialaminya dulu itu merupakan penyebab utama timbulnya kelainan-kelainan tingkah laku seperti kenakalan remaja, kegagalan penyesuaian diri dan kelakuan kejahatan. Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap bingung, agresivitas yang meningkat dan rasa superior yang terkadang dikompensasikan dalam bentuk tindakan yang negatif seperti pasif dalam segala hal, apatis, agresif secara fisik dan verbal, menarik diri, dan melarikan diri dari realita ke minuman alkohol, ganja atau narkoba, dan lain-lain.

Dewasa ini permasalahan remaja masih cukup menonjol, baik kualitas maupun kuantitasnya. Tidak kurang Presiden RI, Megawati Soekarno Putri, mengkhawatirkan kondisi remaja pada saat ini. Dikemukakan bahwa berbagai fenomena kegagalan sekarang ini antara lain disebabkan pembinaan keluarga yang gagal. Lebih jauh dijelaskan bahwa dari 15.000 kasus narkoba selama dua tahun terakhir, 46 % di antaranya dilakukan oleh remaja (Media Indonesia, 30 Juni, hal; 16). Selain itu di Indonesia diperkirakan bahwa jumlah prostitusi anak juga cukup besar. Departemen Sosial memberikan estimasi bahwa jumlah prostitusi anak yang berusia 15-20 tahun sebanyak 60 % dari 71.281 orang. Unicef Indonesia menyebut angka 30 % dari 40-150.000; dan Irwanto menyebut angka 87.000 pelacur anak atau 50% dari total penjaja seks (Sri Wahyuningsih, 2003).

Menyadari bahwa di satu sisi keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dan utama bagi tumbuh kembang remaja, pada sisi lain remaja merupakan potensi dan sumber daya manusia pembangunan di masa depan, maka diperlukan program yang terencana. Program terencana dimaksud akan dapat dicapai, apabila tersedia data dan informasi yang obyektif dan aktual tentang permasalahan keluarga maupun remaja. Dalam kerangka itu, maka diperlukan penelitian.

Dalam upaya memperoleh data dan informasi yang obyektif, ada sejumlah pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu (1) bagaimana pelaksanaan fungsi keluarga?, (2) bagaimana pandangan keluarga tentang kenakalan remaja?, (3) bagaimana kondisi kehidupan sosial remaja?, (4) bagaimana pandangan remaja tentang pola asuh dalam keluarga dan kenakalan remaja?, dan (5) program apa saja yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun Organisasi Sosial dan Lembaga Swadaya Masyarakat dalam pemberdayaan keluarga dan remaja? Sejumlah pertanyaan penelitian tersebut kemudian menjadi landasan perumusan tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan dalam upaya mendeskripsikan pelaksanaan fungsi keluarga, dan implikasinya terhadap kehidupan sosial remaja serta upaya pencegahan dan penanganannya, baik dalam keluarga, oleh pemerintah maupun Organisasi Sosial dan atau Lembaga Swadaya Masyarakat lokal (Irawan Soehartono, 1995).

Penelitian dilaksanakan di tujuh kota, yaitu Medan, DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Sulawesi Selatan dan Pontianak. Ketujuh kota tersebut dipilih secara purposive dengan alasan bahwa angka kenakalan remaja cukup signifikan. Adapun yang menjadi sampel yaitu (a) keluarga (orang tua) yang memiliki anak remaja (usia 13 – 18 tahun) yang berpotensi berperilaku tuna sosial (nakal), dalam wilayah kota, dan (b) remaja usia 13-18 tahun yang berpotensi berperilaku tuna sosial (nakal), dalam wilayah kota, melakukan aktivitas sosial maupun ekonomis di pusat-pusat kegiatan ekonomis maupun sosial. Penentuan “berpotensi berperilaku tuna sosial” berdasarkan pemantauan LSM setempat.

Penentuan sample dengan teknik snow ball, mengingat belum tersedianya data yang memadai untuk dua kategori populasi tersebut (Irawan Soehartono, 1995). Mekanisme kerja dari penggunaan teknik ini, pertama peneliti menemukan seorang responden dan dari responden pertama tersebut diperoleh responden kedua dan seterusnya, hingga tercapai jumlah responden sebanyak yang ditentukan. Penentuan sampel penelitian ini di lapangan banyak dibantu oleh Organisasi Sosial atau Lembaga Swadaya Masyarakat yang memiliki program pemberdayaan keluarga dan remaja di perkotaan. Untuk responden orang tua (keluarga) pada masing-masing kota adalah 30 orang, dan responden remaja (13–18 tahun) sebanyak 30 orang. Kemudian penentuan sampel Orsos/LSM secara purposive dengan kriteria, LSM yang memiliki program pemberdayaan keluarga dan remaja di perkotaan serta telah operasional minimal dua tahun, masing-masing lokasi sebanyak 3 Orsos/LSM. Selanjutnya informan instansi pemerintah masing-masing propinsi 2 instansi. Total responden sebanyak 455 orang.

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi, wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan, dan pengamatan pada kondisi atau lingkungan tempat tinggal responden. Selanjutnya data dan informasi yang sudah dikumpulkan dianalisis secara kualitatif. Sebuah analisis dalam bentuk naratif dan didukung dengan angka dalam bentuk persentase.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini lokasi dibedakan menjadi dua, yaitu pertama, lokasi berlangsungnya proses penggalian data dengan responden remaja dan kedua, untuk responden orang tua atau keluarga. Untuk lokasi responden remaja, peneliti melacak tempat-tempat yang biasa dikunjungi remaja berdasarkan informasi dari berbagai sumber (media cetak, elektronik maupun LSM lokal). Dari penelitian ini diperoleh 12 jenis lokasi dari tujuh kota besar, yaitu plaza dan mall, diskotik, cafe, rumah makan, pertokoan dan pasar, sekitar TMP, pinggir jalan raya, pantai, taman kota dan alun-alun, stasiun KA dan terminal, kompleks hotel dan bioskop.

Pada umumnya para remaja mengunjungi plaza, mall, diskotik, cafe, pantai dan bioskop. Tempat-tempat tersebut memberikan pemenuhan kebutuhan sosial maupun psiko-sosial bagi remaja tersebut. Setelah melakukan aktivitas (bekerja atau sekolah) remaja mengunjungi tempat-tempat tersebut untuk melepaskan beban psikisnya bersama teman-temannya. Berbeda dengan jenis tempat sebelumnya, rumah makan, pertokoan dan pasar, stasiun KA dan terminal serta pinggiran jalan raya merupakan tempat-tempat yang pada umumnya memberikan pemenuhan kebutuhan sosial maupun ekonomis. Pada umumnya di tempat-tempat ini para remaja melakukan aktivitas ekonomis seperti menjadi tukang parkir, semir sepatu, pedagang asongan, dan pengamen. Meskipun demikian, sebagian remaja wanita ada yang memperoleh pemenuhan kebutuhan ekonomis di tempat-tempat seperti diskotik, cafe, kompleks hotel, bioskop dan pantai, antara lain sebagai penjaja seks. Sebagian yang lain minum minuman keras dan menggunakan narkotika. Begitu juga pada sebagian remaja laki-laki, tempat-tempat tersebut untuk melakukan tingkah laku tuna sosial seperti minum minuman keras, menggunakan narkotika dan melakukan transaksi seksual. Sebagian dari remaja laki-laki maupun perempuan ada yang pulang semaunya. Sebagian yang lain, bahkan jarang sekali pulang. Mereka hidup di jalanan, emperan pertokoan, plaza dan mall atau di stasiun KA dan terminal bus, yang sudah layaknya seperti rumah bagi mereka.

Kemudian untuk menemukan responden orang tua, peneliti melacak dari responden remaja. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa populasi dan sampling untuk remaja maupun orang tua (keluarga) adalah mereka yang berdomisili di wilayah Kota. Karena itu pada saat penjangkauan di lapangan, terjadi proses seleksi, dimana remaja yang tinggal di luar Kota tidak diambil sebagai responden penelitian. Dengan bantuan LSM setempat melalui teknik snow ball, akhirnya dapat diperoleh responden remaja dan orang tuanya yang berdomisili di 3 - 4 wilayah kecamatan dalam satu Kota.

Identitas Responden

Responden Keluarga

Kriteria keluarga yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak remaja atau pada usia 13-18 tahun. Sebagian besar responden berdomisili di daerah yang dekat pusat kegiatan ekonomi maupun sosial warga kota. Dilihat dari sisi umur, pada umumnya responden secara ekonomis termasuk ke dalam kelompok produktif, yaitu berkisar 40 - 55 tahun.

Kemudian dilihat dari tingkat pendidikan formal, sebanyak 66,67% ayah memiliki tingkat pendidikan SLTA dan AK/PT. Data ini menggambarkan, bahwa tingkat pendidikan ayah yang terjangkau dalam penelitian ini dapat dikatakan kategori tinggi. Sedangkan tingkat pendidikan ibu, sebanyak 60% pada jenjang pendidikan SLTP dan SLTA atau dapat dikatakan pada kategori sedang.

Dilihat dari jenis pekerjaan, jenis pekerjaan ayah yaitu pemulung, buruh, dagang, swasta, TNI/POLRI dan tidak bekerja. Dari jenis-jenis pekerjaan tersebut, persentase tertinggi pada jenis pekerjaan swasta (40 %). Sedangkan jenis pekerjaan ibu, yaitu buruh, dagang, swasta dan tidak bekerja. Dari jenis-jenis pekerjaan tersebut, persentase tertinggi tidak bekerja (56.67 %).

Kemudian dilihat dari besarnya penghasilan, sebanyak 33% berpenghasilan kurang dari Rp. 500.000, sebanyak 50 % berpenghasilan antara Rp. 500.000 – Rp.1.000.000 dan sebanyak 17% berpenghasilan di atas Rp. 1.000.000.

Selanjutnya, dilihat dari lingkungan tempat tinggal sebanyak 66.67% keluarga menempati perumahan dan perkampungan, atau tempat tinggal yang relatif lebih baik. Sementara itu sebanyak 33.33% atau sepertiga responden tinggal di lingkungan kumuh. Dari keseluruhan rensponden, sebanyak 66,67% sudah menempati sendiri, meskipun di antara rumah itu dalam kondisi darurat.

Responden Remaja

Responden remaja menurut pendidikan, persentase tertinggi pada jenjang pendidikan SLTP (sebanyak 43.33%), SLTA sebanyak 36,67%, SD sebanyak 16.67%, SD sebanyak 16.67% dan tidak tamat SD sebanyak 3.33%. Dari jumlah responden seluruhnya, yang masih sekolah (SLTP dan SLTA) sebanyak 56.67%.

Sebagian besar responden tinggal bersama orang tua (83,33%) kemudian numpang dengan orang lain (13,33%) diantaranya adalah tinggal dengan nenek, dengan saudara sepupu dan dengan kakak, hanya 3,33% responden yang menyatakan ngontrak.

Pelaksanaan Fungsi Keluarga

Fungsi Ekonomis

Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa salah satu fungsi keluarga adalah memenuhi kebutuhan nafkah atau ekonomi anggota keluarganya. Kebutuhan ekonomi ini seringkali dioperasionalkan ke dalam kebutuhan sosial dasar, seperti kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan dan kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa tidak semua keluarga mampu memenuhi kebutuhan ekonomi anggotanya disebabkan oleh berbagai faktor.

Dalam upaya keluar dari masalah, keluarga mengembangkan suatu strategi atau coping strategy dari kondisi tersebut. Dimana keluarga tersebut memberikan kesempatan kepada anak-anaknya untuk melaksanakan kegiatan ekonomi informal. Jenis kegiatan ekonomi informal dimaksud seperti pemulung, menyemir sepatu, mengamen, mengemis dan asongan serta melakukan pelacuran.

Dilihat dari struktur keluarga, sebagian besar (66,67 %) termasuk ke dalam keluarga kecil, yang terdiri dari unsur ayah, ibu dan anak-anak. Namun demikian, sebagaimana dikemukakan pada bab sebelumnya, bahwa jumlah tanggungan responden cukup besar. Sebanyak 43,33% keluarga memiliki jumlah tanggungan sebanyak 4 orang lebih.

Karena itu, meskipun mereka sebagian besar termasuk keluarga kecil, namun terdapat keluarga yang persentasenya cukup besar berpotensi memiliki permasalahan dalam mengembangkan hubungan sosial, pembagian kerja dan pemenuhan kebutuhan sosial dasar.

Karena peranan ayah sebagai kepala keluarga dan bertugas mencari nafkah, secara konvensional ayah memposisikan dirinya sebagai orang yang paling dominan memegang kendali keluarga. Dalam penelitian ini diketahui, bahwa sebanyak 40% ayah mempunyai peranan yang besar dalam kehidupan keluarga. Sebagimana dikemukakan terdahulu, bahwa perubahan sosial budaya telah merubah pola-pola manajemen keluarga. Karena itu, dominasi ayah dalam mengelola keluarga menjadi tidak mutlak. Sebagaimana hasil penelitian ini, bahwa sebanyak 30% keluarga tidak ada yang memiliki posisi dominan. Artinya, dalam keluarga ini segala kegiatan dan keputusan sudah dilaksanakan secara kolektif antara ayah, ibu dan anak-anak.

Fungsi Sosial-Psikologis

Di dalam fungsi sosial-psikologis ini ada sejumlah peranan dan tugas-tugas yang perlu dilaksanakan oleh orang tua. Fungsi sosial-psikologis ini lebih diarahkan pada pengembangan komunikasi atau hubungan sosial yang hangat antara orang tua dengan anak, dan antara anak dengan anak dalam upaya membentuk kepribadian anak. Hasil penelitian mengenai tindakan pembentukan kepribadian orang tua kepada anak, dari 7 (tujuh) jenis tindakan dalam rangka pembentukan kepribadian anak, yaitu pengembangan komunikasi antar nak, memberi peran dan tanggung jawab, memberikan pujian/penghargaan, mengembangkan kerja sama, menanamkan saling mengasihi dan hormat, pemberian contoh dan memelihara keakraban dalam keluarga; bahwa jawaban responden sebagian besar jatuh pada kategori kadang-kadang (atau sedang) dengan persentase sebesar 40 – 66%.

Secara ideal, kepribadian seseorang ditampilkan dalam bentuk perilaku sosial yang teramati. Untuk mengembangkan perilaku yang positif diperlukan tindakan dari orang tua, sehingga nilai yang sudah tertanam dalam pribadi remaja, dapat dikembangkan lebih lanjut sesuai dengan standar sosial dalam keluarga maupun dalam masyarakat luas. Ada sejumlah jenis tindakan yang dilakukan orang tua dalam pembentukan kepribadian, yaitu protektif, memberikan kebebasan pada anak, terlalu menurut anak, penolakan terhadap anak, penerimaan terhadap anak, dominasi orang tua, mengajarkan kepatuhan, tidak adil, ambisi orang tua, mendengarkan keluhan anak, dan mengatasi masalah bersama. Jawaban responden sebagian besar jatuh pada kategori kadang-kadang (atau sedang) dengan persentase sebesar 43 – 70%.

Setelah proses pembentukan sikap dan pola tingkah laku remaja, selanjutnya perlu ditelusuri bagaimana hubungan sosial antara anggota keluarga, sebagai hasil dari pelaksanaan fungsi sosial. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa pada umumnya pola hubungan antara anggota keluarga berada pada kategori biasa-biasa. Batasan konsep “biasa-biasa” ini, bahwa dalam keluarga pernah terjadi perselisihan antara orang tua – anak atau antar anak dalam frekuensi kadang-kadang, dan diselesaikan secara baik-baik.

Kekurang-harmonisan antara anggota keluarga tentu saja ada faktor penyebabnya. Berbagai alasan yang dikemukakan responden terjadinya kekurang harmonisan dalam keluarga, yaitu (1) anak tidak menurut pada orang tua, (2) anak jarang pulang atau bertemu dengan anggota keluarga, dan (3) terjadinya komunikasi yang buruk antara orang tua dengan anak.

Kemudian dalam kaitannya dengan tindak tuna sosial remaja atau secara lebih spesifik kenakalan remaja, digali pandangan orang tua. Pada umumnya orang tua sepakat bahwa jenis tindakan berikut merupakan bentuk kenakalan, yaitu berbohong, merokok, membolos, melawan guru, mejeng di mall, begadang dijalanan, pulang larut, tidak/jarang pulang, berkelahi/tawuran, minum minuman keras, mengkonsumsi napza, seks bebas, mencuri, memeras/memalak dan merampok (53 – 100 %).

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan pada remaja, menurut orang tua, yaitu (1) pengaruh teman sebaya, (2) lingkungan sosial, (3) pola asuh dalam keluarga, dan (4) pengaruh nonton flim/TV. Meskipun menurut orang tua, penyebab kenakalan remaja yang dominan berasal dari lingkungan sosial, namun pada umumnya orang tua berpendapat bahwa pencegahan terjadinya kenakalan remaja perlu dimulai dari dalam keluarga, antara lain dengan mengembangkan hubungan sosial yang hangat, menanamkan disiplin, pemberian contoh dan pendidikan mental spiritual.

Kehidupan Sosial Remaja

Kehidupan Remaja Dalam Keluarga

Gambaran tentang hubungan remaja dengan anggota keluarganya diungkap dengan melihat penilaian remaja terhadap kegiatan yang dilakukan bersama keluarganya, ketersediaan waktu orangtua bersama anak, orang yang paling sering diajak memecahkan masalah dan kegiatan lingkungan yang diikuti.

Untuk mengetahui pelaksanaan fungsi sosial keluarga ini, berikut disajikan sejumlah kegiatan yang sering diikuti secara bersama-sama oleh anggota keluarga menurut remaja. Sebanyak 60 remaja merasa tidak ada kegiatan keluarga yang dapat dikategorikan sebagai kegiatan yang sering diikuti anggota keluarga. Selebihnya (40%) menyatakan sejumlah kegiatan yang sering diikuti walaupun dalam frekuensi yang sangat rendah seperti makan dan ibadah, kunjungan keluarga dan nonton TV. Kemudian menurut intensitas pertemuan dengan keluarga, 70% remaja merasa bahwa intensitas pertemuan keluarga masih belum maksimal, yang meliputi kategori jarang sebanyak 33,33 % dan kategori sangat jarang 36,67%. Besarnya angka ini mencerminkan bahwa menurut remaja sebagian besar keluarga masih kurang memperhatikan aspek kebutuhan sosial keluarga sesuai dengan tuntutan kebutuhan.

Minimnya kegiatan bersama anggota keluarga ini tidak terlepas ketersediaan waktu orangtua untuk mengadakan kegiatan tersebut. Sesungguhnya di mata remaja 63,33% orangtua mempunyai waktu yang memadai untuk mengadakan kegiatan bersama dan 36,6% kurang tersedia waktunya. Bila dibandingkan dengan data sebelumnya tentang intensitas pertemuan keluarga, ternyata hanya 30% yang sering mengadakan pertemuan. Ini berarti ada 33,33% keluarga yang ketersediaan waktunya memadai namun tidak memanfaatkannya untuk mengadakan pertemuan keluarga. Dalam kondisi yang demikian anak dapat mengambil kesimpulan (persepsi) tersendiri yang bersifat negatif terhadap keluarganya.

Dari segi pemanfaatan waktu untuk mengadakan pertemuan keluarga sebagaimana dimaksudkan di atas dapat melibatkan dua pihak. Pihak pertama adalah pihak orangtua sebagai pemimpin keluarga, dan pihak kedua adalah anggota keluarga lainnya termasuk anak (remaja). Di satu sisi orangtua sebagai kepala keluarga diharapkan mengambil inisiatif lebih dahulu, dan di sisi lain inisiatif mungkin datang dari anggota keluarga lainnya termasuk anak (remaja), namun keputusan tetap ditentukan oleh orangtua. Bahwa orangtua yang selalu menanggapi anak ketika mengutarakan pendapatnya hanya 26,67 %, sementara sebagian besar lagi (73,33 %) tidak maksimal dalam menanggapi. Sikap orangtua yang kurang dalam menanggapi anaknya ini dapat berakibat negatif terhadap anak. Misalnya anak menjadi malas dalam mengutarakan pendapatnya atau mengambil inisiatif tertentu terhadap satu masalah.

Persepsi Remaja terhadap Pola Asuh

Bahwa pola asuh yang dominan menurut remaja adalah pola asuh otoriter (83,33%), disusul dengan pola asuh permisif dan demokratis masing-masing 33,33%. Ini berarti bahwa menurut remaja terdapat 90 % keluarga yang kurang demokratis dalam menerapkan pola asuh terhadap anak-anaknya. Hal ini akan menciptakan iklim yang kurang kondusif bagi perkembangan anak.

Sejalan dengan pola asuh tersebut dapat dicermati lebih jauh dasar pemikiran dan tindakan orangtua dalam mengasuh anaknya. Pola asuh yang demokratis akan bertindak lebih rasional, dengan angka persentase yang kebetulan sama yaitu 33,33%. Demikian pula sebaliknya dengan pola asuh yang tidak demokratis (permisif dan otoriter) yang mempunyai persentase yang relatif sama dengan kategori tindakan yang tidak rasional (emosional dan irasional), yaitu 90%. Pola asuh yang dikembangkan dalam satu keluarga selanjutnya dapat mengantarkan anak pada satu gambaran tertentu tentang tingkat keharmonisan keluarga.

Kehidupan Remaja di Luar Rumah

Deskripsi tentang gaya hidup remaja di perkotaan digambarkan dengan melihat beberapa aspek kehidupan atau kegiatan remaja. Aspek tersebut adalah lokasi atau tempat yang paling sering dikunjungi, tujuan mangkal pada tempat yang dikunjungi, alasan untuk mendatangi tempat tersebut, keuntungan yang diperoleh mangkal di tempat tersebut, rata-rata lama waktu yang dihabiskan saat berkunjung, dan waktu yang paling sering digunakan untuk berkunjung.

Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, bahwa lokasi yang banyak dikunjungi remaja adalah pusat kegiatan ekonomi maupun sosial yang lebih bernuansa hiburan. Adapun tujuan mereka mengunjungi tempat-tempat tersebut adalah (1) mencari uang, (2) mencari hiburan dan (3) cari teman baru. Dari ketiga jenis tujuan tersebut, mencari hiburan menjadi tujuan utama remaja. Sedangkan alasan mereka adalah 83,33% karena orangtua otoriter, 50% karena tidak betah di rumah, 16,67% karena tidak ada lokasi main, dan 16,67% membantu ekonomi keluarga. Alasan tersebut sejalan dengan keuntungan yang diperoleh remaja pada saat mangkal, yaitu dapat hiburan dan stres hilang (100%), dapat teman baru (53,33%) dan ketemu teman lama (13,33%). Alasan dan keuntungan tersebut juga sejalan dengan tujuan remaja mangkal, yaitu mencari hiburan (100%), dan cari teman baru (53,33%).

Faktor lain yang terkait dengan perilaku mangkal remaja ini adalah waktu yang sering digunakan remaja untuk mangkal. Sebanyak 60% pada siang hari, 23% sore dan 17% malam hari. Kemudian dilihat dari lamanya mangkal, 56,67% antara 1-3 jam, 26,67% antara 4-6 jam, dan16,67 % lebih dari 6 jam.

Data ini menunjukkan bahwa 83,33% remaja menghabiskan waktunya pada siang dan sore hari di luar rumah untuk mangkal. Perlu diketahui bahwa data tersebut hanya untuk satu kegiatan remaja yaitu mangkal. Artinya masih banyak kegiatan lainnya di luar rumah yang belum tercatat. Ini mengindikasikan bahwa intensitas pertemuan dengan anggota keluarga lainnya terutama dengan orangtua sangat terbatas. Terbatasnya pertemuan dengan anggota keluarga ini akan mempengaruhi kualitas hubungan sosial dalam keluarga. Bahkan lebih parah lagi 16,67 % remaja mangkal pada malam hari, dengan lama mangkal 16,67% lebih dari 6 jam. Meskipun persentasenya relatif kecil, namun alokasi waktu tersebut sangat rawan secara sosial dengan berbagai tindakan tuna sosial.

Persepsi terhadap Kenakalan

Berbeda dengan pendapat orang tua, bahwa berbohong, merokok, mejeng di mall, berkelahi/tawuran, dan minum minuman keras bukan termasuk tingkah laku nakal. Sedangkan jenis tindakan yang menurut remaja termasuk nakal, yaitu menggunakan narkoba, seks bebas, mencuri, memeras/ malak, dan merampok. Namun demikian sikap yang tegas tersebut ternyata tidak menjamin mereka tidak melakukan tindakan dimaksud. Misalnya demi persahabatan, ataupun pelarian sesaat.

Sedangkan faktor yang menyebabkan remaja bertingkah laku nakal, yaitu (1) teman sebaya, (2) lingkungan, (3) pola asuh otoriter, dan (4) pengaruh film dan TV. Dari faktor-faktor tersebut persentase tertinggi adalah pengaruh dari lingkungan (86,67 %) dan pola asuh otoriter orang tua (70,00%). Sehubungan dengan itu, menurut remaja dilakukan beberapa tindakan untuk mencegah terjadinya kenakalan remaja, yaitu (1) teladan orang tua, (2) disiplin dalam keluarga, (3) pendidikan agama dalam keluarga, dan (4) memelihara hubungan sosial yang hangat dalam keluarga.

Program Pemerintah

Lembaga pemerintahan yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah unit pemerintahan yang memiliki program pemberdayaan keluarga dan pembinaan remaja, yaitu Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olah Raga dan Badan Narkotika Propinsi.

Pemberdayaan Keluarga

Program yang dikembangkan dalam pemberdayaan keluarga, yaitu peningkatan status sosial ekonomi bagi keluarga muda yang rawan sosial ekonomi, dan konsultasi keluarga. Tujuan dari program ini, bahwa peningkatkan ketahanan keluarga melalui pemantapan fungsi-fungsi keluarga. Implementasi program melalui pendekatan kelompok usaha bersama, dimana keluarga yang menjadi sasaran program dibagi-bagi ke dalam kelompok yang setiap kelompoknya terdiri dari 10 orang. Paket di dalam program pemberdayaan ini, yaitu bimbingan fisik, sosial, mental-spiritual dan bimbingan ekonomis produktif.

Peningkatan Kesejahteraan Anak dan Remaja

Program pemberdayaan anak (termasuk di dalamnya remaja) dibedakan menjadi dua pendekatan, yaitu sistem panti dan luar panti. Tujuan dari penyelenggaraan program pelayanan bagi anak adalah agar anak menemukan hak dan kebutuhannya, sehingga dapat hidup secara wajar. Di samping melaksanakan pelayanan langsung, dinas sosial juga memberikan bantuan teknis kepada organsiasi sosial/LSM yang menyelenggarakan program pemberdayaan anak.

Pemulihan Sosial

Pemulihan anak nakal dan eks korban narkotika dilaksanakan melalui sistem panti. Untuk anak nakal di dalam Panti Sosial Marsudi Putra, dan untuk anak eks korban penyalahgunaan Narkotika di dalam panti Sosial Pamardi Putra. Tujuan yang dicapai dari progran pemulihan ini, anak dapat kembali hidup secara wajar di dalam lingkungan keluarganya, dan dapat kembali sekolah seperti dulu. Di samping melaksanakan program pemulihan langsung, dinas sosial juga memberikan bantuan teknis kepada organisasi sosial yang menyelenggarakan program pemulihan bagi anak eks korban narkotika.

Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat

PKBM merupakan suatu wadah yang dijadikan sebagai upaya mengembangkan kemampuan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, mengkoordinasikan dan mengontrol program Diknas sesuai dengan kebutuhan kondisi masyarakat, sehingga mampu menggali, menumbuhkan dan memberdayakan potensi masyarakat baik spiritual, material dan personal.

Manfaat PKBM bagi masyarakat adalah memberikan wahana bagi warga masyarakat dalam memenuhi kebutuhan warga belajar berupa pengetahuan dan keterampilan yang bermakna bagi kehidupannya. Kemudian yang menjadi sasaran PKBM yaitu masyarakat yang membutuhkan layanan pendidikan yang tersedia di PKBM.

Pembinaan Remaja dan Karang Taruna

Program yang dilaksanakan adalah Pemberdayaan Organisasi sosial kepemudaan tingkat desa. Wujud pemberdayaannya antara lain pembinaan/ bimbingan dan pemberian bantuan. Untuk pembinaan / bimbingan sosial dilaksanakan melalui penyuluhan-penyuluhan di 5 kabupaten. Sedangkan untuk pembinaan usaha ekonomis produktif berupa bimbingan kewirausahaan. Selain itu dilaksanakan juga semacam studi banding antar daerah.

Tujuan dari program ini adalah pembinaan remaja agar dapat mengisi waktu luangnya dengan hal-hal positif dan menghindarkan diri dari kegiatan negatif. Sasaran yang dicapai antara lain pengurus dan anggota Karang Taruna di tingkat desa. Melalui sasaran ini diharapkan dapat mempunyai multiply effect pada remaja lainnya.

Pencegahan Narkoba dan Kesehatan Reproduksi

Program yang dilaksanakan meliputi pencegahan narkoba, kesehatan reproduksi remaja dan kepedulian remaja terhadap lingkungan. Program ini dikemas dalam berbagai bentuk seperti penyuluhan, talk show, TOT, festival film, lomba kreativitas remaja hingga tukar-menukar pengiriman pemuda baik antar propinsi maupun antar negara.

Penyuluhan yang dilakukan meliputi penyuluhan di sekolah-sekolah dan penyuluhan terpadu di lima kabupaten/kota per tahun. Untuk penyuluhan di sekolah pelaksanaannya bekerjasama dengan sekolah-sekolah. Kegiatannya dilanjutkan dengan TOT bagi siswa SLTP dan SMU untuk menjadi peer educator sampai dibentuknya Posko-posko di setiap sekolah.

Program Orsos/LSM

Pemberdayaan Anak Jalanan

Program yang dikembangkan dalam LSM Bahtera yaitu pemberdayaan anak jalanan dan keluarganya. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah (1) anak jalanan dapat melanjutkan sekolahnya, (2) anak jalanan dapat memperoleh keterampilan kerja produktif dan bekerja secara layak, dan (3) terjadinya peningkatan kondisi sosial ekonomi keluarga anak jalanan, sehingga mampu menarik anaknya dari jalanan. Dalam pelaksanaannya mengembangkan kerja sama dengan instansi pemerintah seperti Dinas Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Pendidikan dan Dinas Sosial.

Pemberdayaan Keluarga Miskin Perkotaan

Usaha Ekonomis Produktif dan Usaha Mandiri Bagi kelurga miskin perkotaan dan anak yang menyandang masalah sosial. Adapun tujuan yang akan dicapai adalah meningkatkan produktivitas dan kemandirian ekonomi keluarga. Sumber dana kegiatan diperoleh dari Bank Pembangunan Asia (ADB) yang dikucurkan melalui program Jaring Pengaman Sosial – Bidang Sosial (JPS-BS) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di samping itu dana yang diperoleh dari masyarakat.

Pencegahan Tindak Tuna Sosial Remaja

Program yang dikembangkan dalam upaya pencegahan ini, dinamakan Investasi Masa Depan Bangsa dalam bentuk pendidikan formal, non formal dan diklat pemberdayaan. Sumber dana kegiatan diperoleh dari Dinas Sosial Jawa Barat. Tujuan yang akan dicapai dari program ini adalah memotivasi remaja agar memiliki tanggung jawab terhadap masa depan bangsa.

Pencegahan HIV/AIDS

Program yang dilaksanakan yaitu (1) kemah Remaja Peduli AIDS dan Narkoba (pameran kespro, seni musik, dll), (2) pelatihan Kesehatan Reproduksi (3 angkatan), (3) pelatihan Remaja “Menikah kapan sebaiknya ?” (esensi kesehatan reproduksi, IMS, HIV/AIDS dan Narkoba), (4) dan pembuatan Film Video Cassete “Aids dan Narkoba Sahabatku”. Tujuan dari program dan kegiatan yang dilaksanakan pada dasarnya adalah health promotion dan pengubahan perilaku masyarakat terutama pada masyarakat yang rawan narkoba.

Pembinaan Mental dan Spiritual Remaja

Program yang dilaksanakan oleh Remaja Masjid meliputi pembinaan mental dan spiritual remaja yang dilaksanakan melalui pendekatan seni baca shalawat dan peringatan hari besar Islam, dan seni musik bernuansa islami. Tujuan dari pembinaan mental dan spiritual ini lebih diutamakan kepada menyiarkan dan mengembangkan Syiar Islam, terutama kepada kaum remaja Islam sebagai generasi penerus bangsa., termasuk di dalamnya pencegahan terhadap tindak kenakalan dan ketunaan sosial lainnya.

III. PENUTUP

Kesimpulan

- Terlihat bahwa kehidupan kelurga sedang mengalami masa transisi dari kehidupan keluarga besar menjadi keluarga inti, dari budaya tradisional pedesaan menjadi budaya modern perkotaan. Karena itu, kehidupan mereka ini sangat rentan terhadap setiap kondisi, perubahan dan pengaruh lingkungan yang terjadi. Selain itu, pendapat mereka kurang dapat menopang secara keseluruhan kebutuhan keluarga. Tentu faktor ini juga menjadi faktor penyebab percepatan perubahan dalam kehidupan keluarga tersebut. Mungkin suatu saat mereka akan melakukan apa saja untuk menghidupi keluarga karena tuntutan kebutuhan dan perubahan yang terjadi.

- Dalam pola asuh keluarga terhadap anak, pihak orang tua atau keluarga mulai memberikan kebebasan yang lebih besar kepada anak. Jelas hal ini akan memberikan akses interaksi sosial yang semakin luas terhadap anak untuk bergaul dengan teman-temannya. Sesungguhnya akses ini akan memberikan peluang kepada anak untuk mengembangkan kreativitas, kemandirian dan wawasan anak, bilamana dapat diimbangi dengan kontrol keluarga yang baik. Namun, sebaliknya bila keluarga tidak dapat mengontrolnya, tidak mustahil akan terjadi perilaku-perilaku yang a-sosial terhadap anak. Karena itu, perlu dilakukan pemberdayaan-pemberdayaan terhadap keluarga.

- Lama waktu yang dihabiskan anak berada di tempat-tempat hiburan tersebut sebagian besar antara 1-3 jam; digunakan untuk berkunjung ke tempat-tempat tersebut adalah pada malam hari antara 19.00 – 21.00; dan sebagian lagi pada siang hari antara 13.00 – 17.00 WIB, sisanya tidak tentu, mungkin pada siang hari, sore hari, malam hari, atau larut malam. Waktu-waktu ini sesungguhnya merupakan waktu yang sangat rawan bagi kehidupan anak. Namun ini dapat terjadi karena fungsi keluarga dan lingkungan sosial tidak dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan.

- Terlihat adanya kesamaan persepsi antara orang tua dengan anak dalam melihat beberapa variabel sikap dan perilaku sebagai perilaku nakal, seperti ; membolos sekolah, melawan guru, mejeng di pertokoan, bergadang di jalanan, pulang larut malam, tidak pulang ke rumah, berkelahi tawuran, minuman keras, narkotika, seks bebas, mencuri, memeras, membajak atau merampok. Namun, beberapa variabel sikap dan perilaku tidak dilihat sebagai perilaku nakal baik oleh anak maupun orang tua itu sendiri, seperti : berbohong, merokok, terlambat sekolah, dan tidak mau belajar. Pemandangan seperti ini akan menjadi titik masuk yang memberikan peluang ke pada anak untuk menjadi nakal.

- Menurut para remaja ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kenakalan anak, seperti: pengaruh media massa khususnya TV dan film, faktor teman sebaya dan masyarakat sekitar, kurangnya perhatian orang tua dan tidak adanya kegiatan-kegiatan positif yang dilakukan anak di rumah.

- Beberapa upaya yang perlu dilakukan dalam mencegah kenakalan remaja, yaitu anak harus dilatih tertib dan disiplin, kerukunan dan kehangatan dalam keluarga harus tetap dibina, anak harus dianjurkan untuk tetap melakukan kewajiban-kewajiban ibadah, orang tua harus dapat menjadi tauladan bagi anak, orang tua harus lebih memperhatikan kehidupan anak dan anak harus diberikan kegiatan-kegiatan positif dalam keluarga yang dapat mencegah anak berbuat nakal.

- Program-pogram yang ditawarkan kepada masyarakat khususnya dari pihak pemerintah dalam rangka mencegah sikap dan perilaku tindak tuna sosial belum sepenuhnya dapat menjawab permasalahan keluarga yang sesungguhnya. Program yang ditawarkan belum mampu merubah aspek kognitif, efektif dan psikomotorik dari masyarakat tersebut, program yang ditawarkan lebih banyak menekankan pada aspek bantuan fisik. Sedangkan program dari pihak LSM atau organisasi sosial dapat dikatakan lebih masuk pada aspek kognitif, efektif dan psikomotorik kemudian diikuti oleh bantuan oleh bantuan fisik. Namun, frekuensinya masih terbatas karena dana terbatas.

Rekomendasi

- Sebelum mereka lebih jauh larut dalam perubahan kota yang mungkin terjadi, dan mereka kurang mampu mengontrol perubahan yang terjadi, maka sangat diperlukan pemberdayaan-pemberdayaan yang dapat menjawab tuntutan perubahan yang terjadi.

- Pemberdayaan yang diberikan perlu menekankan: (a) terjadinya perubahan aspek kognitif, afektif dan aspek psikomotorik yang diikuti dengan bantuan fisik; (b) perlu adanya koordinasi di antara instasi terkait termasuk LSM atau Orsos; (c) perlu adanya keterpaduan program dalam hal perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan sehingga hasilnya lebih maksimal dan frekuensinya lebih sering; dan (d) belum melibatkan secara penuh partisipasi masyarakat dan potensi-potensi yang ada dalam masayrakat tersebut.

- Berangkat dari hasil penelitian dan kerangka teoritik yang ada maka pola pemberdayaan keluarga guna mencegah terjadinya tindak tuna sosial dapat diarahkan pada:

Ø Pemberdayaan harus melihat keluarga sebagai sistem yang tidak terpisahkan satu sama lain. Artinya bila anak yang bermasalah, maka harus dilihat dalam konteks keluarga tersebut

Ø Pemberdayaan kelurga diarahkan pada penguatan struktur dan pengembalian fungsi keluarga yang sesungguhnya. Ayah harus berfungsi sebagai ayah, sebagaimana layaknya sebagai seorang ayah, demikian juga dengan ibu dan anak. Hendaknya jangan suatu kebutuhan keluarga harus dicari diluar rumah karena di dalam keluarga tidak terpenuhi. Bila itu didapatkan di luar rumah, tentu karena kesepakatan bersama..

Ø Pemberdayaan diarahkan pada pengembangan identitas individual yang merupakan ciri individu tersebut, namun tetap dalam kebersamaan dan kesatuan dengan keluarga tersebut.

Ø Pemberdayaan keluarga harus diarahkan pada pengembangan komunikasi horizontal yang semakin kondusif di antara anggota keluarga yang dapat memperkuat ikatan batin di antara anggota keluarga yang ada.

Ø Guna memantapkan fondasi ekonomi-sosial keluarga yang semakin mantap maka perlu pemberdayaan dalam bidang usaha-usaha ekonomis produktif.

DAFTAR PUSTAKA

Bandura, 1977, Social Learning Theory, Princetice – Hall, Inc.

Cole,L., 1963. Psychology of Adolescence. New York : Rinehart and Compny, Inc.

Corey, Gerald, 1996. Theory and Practice of Councelling and Psychotherapy. Fifth edition. Pacific Grove, Brook/Cole Publishing Company.

Departemen Sosial RI, 2002. Standarisasi Bimbingan Kesejahteraan Sosial Keluarga, Jakarta: Direktorat Pemberdayaan Peran Keluarga.

Goldenberg, Herbert and Irene Goldenberg, 1990. Counselling Today’s Family. Pacific Grove, Brook/Cole Publishing Company.

Goldstein,J., Freud, A., dan Sonit, A.J., 1973, Beyond The Best Interest of The Child, New York : The Free Press.

Heru Nugroho, 2000. Struktur-struktur Mediasi sebagai Sarana untuk Memberdayakan Rakyat: Sebuah Telaah Sosiologis Kebijakan Publik, dalam Membongkar Mitos Masyarakat Madani, Dawam Rahardjo, Kuntowijoyo, Magnis Suseno dkk, Jogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hettherington, E.M.,S Parke, R.D., 1986. Child Psychology : a Contemporary View Point. (3rded.). Tokyo : Mc Graw Hill Kogakusha, Ltd.

Hurlock, E.B. (1973) Personality Development. New Delhi : Tata Mc Graw Hill.

Hurlock, E.B. (1997). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Terjemahan, Jakarta : Erlangga.

Koentjoro. 1997. Kontradiksi Power Motif dalam Prostitusi : Sebuah Upaya Pemahaman Keluarga. Makalah Simposium. Yogyakarta : Kongres Ikatan Sarjana Psikologi Indonesia.

Meichati, S., 1974. Laporan Penelitian Tentang Tanggapan Remaja Mengenai Diri Dan Kehidupan. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Mönk. F.J., Knoers, S.M.P., S Hadotono, S,R. 1991. Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta : Gajah Mada University Press.

Muhari, 1983, Suasana Rumah dan Prestasi Belajar. Suatu Studi Tentang Pengaruh Suasana Rumah Terhadap Prestasi Belajar Para Pelajar SMU Tingkat Pertama di Jawa Timur. Disertasi Yogyakarta Universitas Gajah Mada.

Mulyana, E. 2000. Studi Pola Asuhan Orangtua di Beberapa Komunitas Sumber Utama Pelajardan Komunitas Bukan Sumber Utama Pelajar. Thesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM

Mussen, P.H., Conger, J.J., 1979, Essential of Child Development and Personality, New York : Harper & Row Publisher.

Nuryoto, S., 1995. Psikologi Prkembangan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Pikunas, J., 1976, Human Development. An Emergent Science. 3rd.ed., Tokyo : Mc Graw – Hill Kogakusha Ltd.

Santoso, F.H. 1995. Minat terhadap Film Kekerasan di televisi terhadap Kecenderungan perilaku Agresif Remaja. Jurnal Psikologi UGM No.2.30 – 35.

Sukadji, S & Badingah, S. 1994. Pola Asuh Perilaku Agresif Orangtua dan Kegemaran Menonton Film Kekerasan sebagai Prediktor Perilaku Agresif (Studi pada Remaja Kodya Bandar Lampung). Jurnal Psikologi No 1.25 – 29.

Susilastuti, E. 1986. Pengaruh Pola Asuhan Orangtua Terhadap Sikap Mandiri Pada Remaja Siswa Kelas 1 SMA Muhammadiyah I Yogyakarta, Skripsi (tidak diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Suwarsiyah, A. 1987. Pengaruh Persepsi Remaja terhadap Pola Asuhan Orangtua pada tingkahlaku Agresif ditinjau dari urutan kelahiran dan jenis kelaminnya, Thesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Tetrawanti. R. 1989. Hubungan Antara Family Relationship dengan Kompetensi Sosial Remaja pada Siswa – Siswi SMA BOPKRI II di Yogyakarta. Thesis (tidak dipublikasikan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.

Yaumil C. Agoes Achir, 1994. Pembangunan Kesejahteraan Keluarga: sebagai Wahana Pembangunan Bangsa, dalam Prisma, no. 6-1994, Jakarta: LP3ES.

BAB 2

PENGEMBANGAN UJI COBA MODEL PEMBERDAYAAN REMAJA MELALUI

KARANG TARUNA

I. PENDAHULUAN

Remaja adalah generasi penerus perjuangan dan cita-cita bangsa, sehingga remaja yang mempunyai potensi yang cukup besar ini perlu didukung sepenuhnya baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, agar tetap dalam posisi sebagai sumber daya manusia yang berkualitas.

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara remaja mempunyai posisi yang strategik, baik dalam hal usaha pengembangan remaja itu sendiri maupun masyarakat pada umumnya, dalam hal ini berarti remaja mempunyai posisi yang strategik dalam membangun bangsa dan negara ini. Sedemikian besarnya peran dan tanggungjawab remaja terhadap bangsa ini, namun mereka masih dihadapkan pada permasalahan sosial yang akhir-akhir ini semakin banyak, berat dan kompleks, sehingga lembaga-lembaga pengembangan sumber daya manusia (remaja) semakin dibutuhkan.

Salah satu wadah yang mempunyai komitmen terhadap pengembangan generasi muda diasumsikan telah dimiliki oleh setiap desa/kelurahan adalah organisasi Karang Taruna. Karang Taruna mempunyai posisi yang strategik dalam pengembangan remaja secara umum, manajemen organisasi, teknik profesional dalam usaha kesejahteraan sosial, kaderisasi dan keberlanjutan kegiatan karang taruna masih memerlukan pembinaan secara optimal. Pendayagunaan potensi dan posisi strategik untuk pengembangan potensi generasi muda relatif belum optimal. Kondisi ini tercermin dari jumlah Karang Taruna yang dikategorikan maju dan percontohan baru mencapai 20,35%. Hasil penelitian penjajagan tentang kondisi Karang Taruna oleh Balatbang Sosial (2002) yang menyatakan bahwa salah satunya adalah Manajemen Organisasi tidak berjalan dengan baik, kegiatan yang dilaksanakan lebih bersifat sporadis. Sehingga yang menjadi permasalahan adalah bagaimana model pemberdayaan yang mampu meningkatkan kualitas Karang Taruna sehingga dapat berfungsi efektif membantu remaja mengatasi masalah dan kesulitan yang dihadapinya baik secara pribadi maupun dialami secara kolektif.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh satu model pemberdayaan remaja melalui karang taruna yang dapat diterapkan sehingga dapat meningkatkan kualitas remaja dan pengurus karang taruna yang berfungsi efektif dan terbinanya kontinuitas kegiatan karang taruna. Penelitian ini dilaksanakan di 3 lokasi yaitu Propinsi Nusa Tenggara Barat, Bengkulu dan Sulawesi Utara. Penelitian ini menggunakan metode partisipatif yaitu metode pendekatan yang memungkinkan responden untuk bersama-sama menganalisis yang ada, dalam rangka merumuskan kebijakan secara nyata, yang berarti responden dipandang sebagai subjek dan objek penelitian. Dengan sasaran substansi adalah sikap partisipasi masyarakat, motivasi remaja dan pengurus karang taruna, potensi remaja dan pengurus karang taruna sehingga dalam perlakuan yang dilaksanakan adalah membangun sikap dan partisipasi masyarakat dengan cara persamaan persepsi tentang karang taruna dan sosialisasi program kelompok kerja; membangun motivasi remaja dan pengurus dengan cara memotivasi remaja dan pengurus karang taruna; dan peningkatan potensi remaja dan pengurus karang taruna dengan memberikan pengetahuan tentang manajemen penyusunan program, monitoring dan evaluasi kegiatan, dan analisa SWOT dalam penyusunan program; dan kemitraan.

II. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Responden

Anggota Karang Taruna

Anggota karang taruna yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah anggota karang taruna yang tergabung dalam kelompok kerja dan dibina selama proses uji coba. Setiap karang taruna mempunyai 2 kelompok kerja yang terdiri dari masing-masing kelompok 10 orang anggota. Usia responden paling muda adalah 15 tahun dan yang tertua adalah 35 tahun, kondisi ini menunjukkan bahwa mereka masih dalam kategori usia anggota karang taruna (usia anggota karang taruna dalam buku panduan adalah 15 – 45 tahun) dari rentang usia tersebut dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok remaja (15-21 tahun) 35 %, remaja dewasa (22-28 tahun) 41,7% dan kelompok usia dewasa (29-39 tahun) 23,3%. Sedangkan pendidikan responden sebagian besar (90 %) adalah menengah ke bawah yaitu dari pendidikan SD sampai SLTA, selebihnya (10 %) adalah pendidikan sarjana muda/D3 dan S1.

Masyarakat

Responden masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah orang tua atau orang yang ditunjuk untuk mewakili keluarga, hal ini didasari pemikiran bahwa sikap orang tua dan atau keluarga mempunyai pengaruh yang besar terhadap kiprah anak di dalam kegiatan organisasi karang taruna.

Usia responden sebagian besar (77,1%) dapat dikategorikan pada usia produktif yakni antara 30-50 tahun. Dengan keadaan yang seperti ini diharapkan adanya kemungkinan dukungan yang akan diberikan oleh orang tua relatif besar, dalam arti tidak hanya terbatas pada dana tetapi kemungkinan dukungan pikiran, tenaga dan keterampilan.

Sedangkan pendidikan responden masyarakat adalah tidak tamat SD (3,6%), tamat SD (21,7%), tamat SLTP (12,0%), tamat SLTA (43,9%) dan perguruan tinggi/sarjana Muda/Diploma dan Sarjana sebanyak 19,3 %. Jenis pekerjaan responden adalah pegawai swasta (31,3%), wiraswasta 19,3 %, PNS 13,3 %, pertukangan 7,2%, pensiunan dan penjahit masing-masing 4,8 %, pengrajin 3,6%, buruh 1,2 % dan selebihnya tidak bekerja.

Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat dari NTB (desa midang) adalah aparat desa, wakil dari lembaga pengembangan masyarakat (LPM), dan tokoh yang mewakili badan perwakilan desa dan guru. Sedangkan tokoh masyarakat dari Sulawesi Utara (kelurahan girian) adalah tokoh masyarakat yang ditentukan oleh masyarakat dan karang taruna atas kesepakatan bersama antara pengurus karang taruna, pendamping dan peneliti. Sedangkan tokoh masyarakat dari Bengkulu (kebun tebeng) adalah tokoh yang dipilih atas dasar pilihan masyarakat dan remaja yaitu salah satu ketua RT, dan orang yang mempunyai komitmen tinggi dalam pengembangan masyarakat di desa kebun tebeng yaitu salah satu direktur perusahaan di Bengkulu, dan salah satu anggota DPRD dan pengusaha jasa pelayanan pesta.

Legislatif Desa

Legislatif desa dalam hal ini adalah penentu kebijakan desa masing-masing lokasi karang taruna. Responden yang dapat di wawancara dalam penelitian ini kepala desa midang (NTB), sekretaris kelurahan girian (Sulawesi Utara) dan lurah kebun tebeng (Bengkulu). Disatu sisi mereka berperan sebagai penentu kebijakan dan disisi lain mereka adalah orang yang relatif memahami situasi dan kondisi potensi dan sumber daya, baik sumber daya manusia, sumber daya alam maupun sosial yang ada di lingkungan wilayahnya.

Pembinaan Karang Taruna di Daerah

Keberhasilan dari program pemberdayaan remaja melalui karang taruna pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi organisasi karang taruna. Dalam kerangka ini, eksistensi organisasi sebagai lembaga pemberdayaan perlu memperoleh dukungan terutama dari instansi sektor yang terkait dengan pembinaan dan pengembangan organisasi maupun legislatif lokal (kepala desa/lurah), maka kebutuhan data dan informasi tentang pembinaan karang taruna di daerah ditelusuri dari responden dinas sosial (khususnya berkaitan dengan program), kepala desa dan tokoh masyarakat (program desa) dan anggota karang taruna. Berdasarkan data dan informasi yang terhimpun maka pembinaan terhadap karang taruna dikelompokkan ke dalam 2 kelompok, yaitu penyuluhan dan bimbingan, dan pelatihan. Adapun wujud yang diberikan kepada karang taruna adalah :

¨ manajemen organisasi.

¨ kewirausahaan.

¨ bimbingan dan penyuluhan.

¨ pelatihan keterampilan.

¨ bantuan stimulan.

secara rinci program pembinaan karang taruna dimasing-masing daerah adalah :

Nusa Tenggara Barat

Program pembinaan yang dilakukan adalah program penyuluhan dan motivasi, peningkatan sumber daya manusia, sedangkan bentuk kegiatannya adalah:

¨ penyuluhan sosial dalam rangka pencerahan masyarakat terhadap peran karang taruna.

¨ pembinaan karang taruna melalui pelatihan pengurus/aktivitas karang taruna, baik dalam bidang usaha ekonomis produktif, usaha kesejahteraan sosial, maupun rekreatif disertai pemberian bantuan/stimulan.

¨ kemah bhakti karang taruna.

¨ penilaian karang taruna guna memotivasi perkembangan karang taruna.

Pembinaan yang dilakukan bersifat pengembangan usaha atau kewirausahaan, dan jenis usaha yang telah dilakukan meliputi pangkas rambut, sablon dan perbengkelan sepeda motor. Sedangkan dalam penyuluhan sosial informasi yang diberikan antara lain permasalahan narkoba dan HIV/AIDS, tentang cara-cara berorganisasi dan peran pemuda dalam pembangunan, serta penjelasan tentang kegiatan-kegiatan karang taruna sesuai dengan bidang masing-masing.

Sulawesi Utara

Program pembinaan yang dilakukan meliputi penyuluhan tentang HIV/AIDS, narkoba, pergaulan bebas/bahaya penyakit menular seksual dan pelatihan keterampilan berupa pelatihan pertukangan dan peternakan. Usaha ekonomis produktif dengan membentuk kelompok usaha bersama (KUBE) karang taruna.

Bengkulu

Program pembinaan karang taruna putra pendawa yang dilakukan meliputi peningkatan manajemen organisasi, usaha kesejahteraan sosial, manajemen kewirausahaan dan jaringan kemitraan karang taruna dengan dunia usaha. Sedangkan jenis pelatihan keterampilan yang sudah dilakukan adalah pelatihan dasar las, pengembangan unggas dan sapi dan pengembangan industri kecil.

Dari berbagai jenis pembinaan yang sudah dilakukan terhadap karang taruna baik oleh instansi sosial maupun dari pihak desa/kelurahan dan instansi yang berkomitmen terhadap pengembangan remaja dan karang taruna, menurut remaja yang paling sering memberikan pembinaan secara terus menerus adalah aparat desa/kelurahan, sedangkan pembinaan yang dilakukan oleh instansi sosial belum berjalan secara rutin terutama di daerah Sulawesi Utara. Sedangkan materi yang disampaikan dalam pembinaan tersebut menurut remaja dan tokoh masyarakat sudah cukup bagus dan menyentuh permasalahan atau sasaran yang dibutuhkan oleh karang taruna.

Penerapan Model

Pendekatan yang digunakan dalam penerapan model bahwa “remaja dan karang taruna” sebagai sasaran penelitian dipandang sebagai subjek dan objek penelitian. Berperan sebagai objek berarti aktivitas yang mereka laksanakan di dalam penerapan model merupakan fenomena (gejala) yang diamati dalam penelitian. Sedangkan peran sebagai subjek berarti kelompok kerja yang berperan aktif dalam berbagai kegiatan dalam penerapan model (penguatan potensi). Kelompok kerja mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan alternatif pilihan kegiatan mereka berperan sebagai perencana, pelaksana dan sekaligus sebagai evaluator (pelaksana monitoring dan evaluasi pada akhir kegiatan). Pendekatan ini yang dipandang mempunyai relevansi dalam penerapan model dimaksud. Penerapan pendekatan ini didasari pemikiran bahwa mereka adalah pelaksana yang paling mengetahui kondisi lingkungan tempat tinggalnya (khususnya berkaitan dengan permasalahan, potensi, kekuatan dan peluang) dan mereka adalah calon pemanfaat dari hasil kegiatan yang akan dilaksanakan. Diharapkan dengan pendekatan semacam ini mempunyai nilai praktis hasil riilnya mempunyai manfaat yang dapat diaplikasikan secara berkesinambungan.

Tahap Persiapan

Langkah awal yang ditempuh adalah sosialisasi model yang dilaksanakan di pusat dan di daerah. Sosialisasi di tingkat pusat dilaksanakan dalam bentuk seminar maupun diskusi, dengan tujuan untuk memperoleh persamaan persepsi tentang model yang akan diuji cobaka dan membangun koordinasi antara Balatbang Sosial dengan unit teknis dalam penentuan kebijakan alternatif yakni kebijakan yang ditempuh dalam pembinaan karang taruna dan dalam pembinaan generasi muda.

Sosialisasi model di lokasi penelitian merupakan pengenalan model kepada instansi yang mempunyai komitmen terhadap aktualisasi generasi muda dan eksistensi karang taruna. Kegiatan ini dimaksudkan untuk membangun koordinasi antara peneliti dengan instansi sosial setempat, aparat desa/kelurahan, karang taruna serta ORSOS/LSM dalam pelaksanaan uji coba. Langkah-langkah yang dilakukan adalah :

¨ Penjelasan tentang model yang diujicobakan.

¨ Penentuan lokasi uji coba.

¨ Penentuan petugas pendamping yang diharapkan dapat membantu kegiatan penelitian.

¨ Penentuan jadwal kegiatan dengan tokoh masyarakat dan pengurus karang taruna.

¨ Penentuan jadwal pertemuan dengan kelompok kerja untuk pembahasan rencana (program), monitoring dan evaluasi kegiatan.

Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan adalah tahap penerapan masing-masing substansi yang terkandung dalam model yang terdiri dari membangun sikap partisipasi masyarakat, peningkatan pengetahuan dan motivasi serta penguatan potensi karang taruna.

a. Membangun Sikap Partisipasi Masyarakat

Langkah awal yang dilakukan adalah membangun kesamaan pandangan tentang eksistensi karang taruna dilingkungan masyarakat (anggota karang taruna, tokoh masyarakat serta aparat pemerintah desa/kelurahan). Persamaan pandangan atau persepsi yang dibangun adalah: 1) karang taruna merupakan organisasi/lembaga independen milik masyarakat yang berada di tingkat desa/kelurahan yang berfungsi sebagai wahana pembinaan generasi muda; 2) karang taruna dikembangkan untuk kebutuhan dan kepentingan masyarakat, tidak untuk kepentingan pihak tertentu, baik Departemen Sosial, Dinas Sosial maupun salah satu organisasi politik. Teknik yang digunakan dalam membangun kesamaan persepsi adalah dialog. Peserta dialog terdiri dari pengurus dan anggota karang taruna, tokoh masyarakat, aparat pemerintah desa/kelurahan serta petugas dari dinas sosial (Propinsi dan Kota/Kabupaten).

Terbangunnya kesamaan pandangan/persepsi masyarakat dimaksud pada dasarnya merupakan modal dalam rangka menggugah tanggung jawab sosial (sikap partisipatif) tokoh dan warga masyarakat dalam pembinaan remaja melalui karang taruna.

b. Peningkatan Pengetahuan Dan Motivasi

Dalam rangka peningkatan pengetahuan dan motivasi kepada remaja, setiap karang taruna uji coba dibentuk 2 kelompok kerja, masing-masing kelompok terdiri dari unsur remaja dan aktivis karang taruna, hal ini dimaksudkan untuk menanggulangi kesenjangan antara pengurus dan remaja yang sekaligus mempunyai makna pengkaderan. Dalam konteks ini akan terbangun proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (baik pengetahuan maupun keterampilan dalam mengelola organisasi), keberlanjutan kegiatan dan optimalisasi hasil yang akan dicapai.

Peningkatan Pengetahuan

Kegiatan yang dilakukan, penyampaian materi kepada kelompok kerja meliputi informasi tentang karang taruna mencakup bahasan tentang keanggotaan dan kepengurusan organisasi dan kegiatan. Pengertian tentang partisipasi meliputi bahasan tentang pengertian partisipasi dan bagaimana pengukurannya, dan informasi tentang manajemen yang lebih menekankan pada penerapan analisis swot (strength = kekuatan, weakneses = kelemahan-kelemahan, opportunity = peluang-peluang, threten= hambatan) untuk melihat permasalahan, potensi dan sumber yang ada di lingkungan karang taruna untuk dituangkan dalam perencanaan program, monitoring dan evaluasi.

Peningkatan Motivasi

Yang perlu ditanamkan pada remaja (kelompok kerja) adalah mereka merupakan bagian dari desa/kelurahan, sehingga apapun yang mereka lakukan kegiatan seluruh warga sehingga mereka tidak sendiri dalam melaksanakan tugasnya, karena harus didukung oleh masyarakat. Penanaman motivasi ini perlu didukung oleh sosialisasi (pengenalan) program yang disusun oleh kelompok kerja kepada masyarakat, guna mempertemukan aspirasi remaja dengan masyarakat, dengan tujuan mewujudkan suasana lingkungan sosial yang kondusif untuk perkembangan remaja dan organisasi karang taruna. Kegiatan ini didasari pemikiran bahwa sadar atau tidak, keberhasilan program yang telah disusun kelompok kerja sangat dipengaruhi oleh partisipasi masyarakat luas dan pemikiran utama yang melandasi pola pembinaan remaja melalui karang taruna berorientasi pada azas swadaya.

Pada proses peningkatan pengetahuan dan motivasi, dilakukan pre test dan posttest kepada setiap anggota kelompok kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana kondisi (pengetahuan dan motivasi) kerja selama uji coba berlangsung. Di sisi lain apakah informasi yang diberikan tersebut mempunyai pengaruh terhadap motivasi mereka dalam pelaksanaan kegiatan organisasi karang taruna.

Penguatan Potensi

Penguatan potensi di sini merupakan suatu langkah untuk optimalisasi sumber daya manusia, dalam hal ini adalah pelaksana kegiatan karang taruna yaitu kelompok kerja yang sudah terpilih untuk memanage aset (intelektual, ideologi dan material) yang dimiliki dan peluang yang dapat diakses untuk pengembangan aset dimaksud. Dalam penerapan model ini kelompok kerja mempunyai wewenang sepenuhnya untuk menentukan/memutuskan alternatif pilihan kegiatan, mereka berperan sebagai perencana, pelaksana dan evaluator.

Teknik yang digunakan untuk menggali informasi/data berkenaan dengan kegiatan dimaksud adalah diskusi kelompok (FGD). Prinsip dasar dalam teknik FGD adalah setiap anggota mempunyai hak yang sama untuk mengemukakan pandangan, pendapat dan terlibat secara penuh (partisipatif). Langkah awal FGD adalah mengajak kelompok kerja karang taruna untuk selalu mengidentifikasi kekuatan (strength), kelemahan-kelemahan (weakneses), peluang-peluang (opportunity) dan hambatan (threten) yang ada pada masing-masing lingkungan karang taruna yang akan diaplikasikan pada setiap tahapan yaitu perencanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan.

Pokok bahasan dalam perencanaan program adalah permasalahan, potensi, kegiatan dan target. Pada tahap ini peneliti mengajak kelompok kerja untuk mengidentifikasi permasalahan yang terjadi di daerah (di lingkungan karang taruna) dan potensi yang dapat dikembangkan untuk mengatasi masalah tersebut. Hasil identifikasi dari kedua aspek tersebut sebagai upaya untuk memperoleh acuan dalam penentuan alternatif kegiatan (penyusunan program) untuk mengatasi salah satu atau beberapa permasalahan dimaksud, serta target yang akan dicapai dari kegiatan tersebut. Sedangkan monitoring ditujukan untuk memastikan apakah langkah-langkah kegiatan yang telah disepakati pada saat pemberian perlakuan berjalan sesuai dengan rencana dan apakah sumber daya yang telah ada dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Dalam rangka memperoleh data yang lebih akurat pelaksanaan monitoring, kelompok kerja mempunyai kewenangan penuh dalam penilaian atas hasil kerja yang telah dicapai, asumsinya pelaksana yang terlibat secara langsung akan lebih mengetahui sejauh mana kegiatan telah dilaksanakan, faktor apa yang berpengaruh serta bagaimana mengatasi masalah/hambatan yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan. Kemudian evaluasi merupakan penilaian akhir kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh jawaban bagaimana realisasi hasil kegiatan yang telah dicapai dan faktor-faktor apa yang turut mempengaruhi dalam proses pencapaian hasil tersebut.

Analisa Hasil Penelitian

Sikap Partisipasi Masyarakat

Cerminan sikap dan perilaku masyarakat terhadap organisasi karang taruna dilihat dari beberapa aspek yakni apakah organisasi karang taruna dipahami oleh masyarakat, bagaimana masyarakat merespon organisasi tersebut, dan dukungan apa yang diberikan masyarakat untuk pengembangan organisasi dan kegiatannya.

a. Pemahaman Masyarakat Tentang Karang Taruna

Hal ini dikaji dari pengetahuan masyarakat terhadap organisasi karang taruna, siapa yang seharusnya menjadi pengurus dan anggotanya, serta bagaimana aktivitas kepengurusannya.

Pemahaman tentang pengertian organisasi karang taruna, pada dasarnya relatif baik, dimana 91,6 % responden memiliki statemen bahwa organisasi karang taruna adalah ORSOS yang bergerak di bidang pembinaan generasi muda terutama dibidang kesejahteraan sosial, selebihnya 4,8% memilih jawaban karang taruna sebagai ORSOS perkumpulan remaja, sedangkan 3,6% lagi memilih karang taruna adalah ORSOS untuk mengisi waktu luang.

Pengetahuan masyarakat yang relatif baik juga tercermin pada pertanyaan siapa yang seharusnya menjadi pengurus karang taruna, statemen yang dipilih sebagian besar responden (57%) adalah remaja /pemuda yang dipilih oleh mereka sendiri, 19,3% menyatakan siapa saja dapat menjadi pengurus, 10,8% memilih pernyataan orang yang ditunjuk oleh kepala desa/lurah, selebihnya adalah orang yang berasal dari tokoh masyarakat/aparat desa dan memilih jawaban remaja/pemuda yang berpendidikan tinggi masing-masing 6%.

Kemudian menurut pengamatan sebagian besar responden (57,8%) adalah sebagian besar pengurus karang taruna aktif melaksanakan kegiatannya, dan selebihnya responden (27,7%) mengatakan seluruh pengurus aktif menjalankan kegiatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa pengurus karang taruna mempunyai komitmen yang relatif tinggi.

Kemudian sebagian besar responden (96,4%) mengetahui rapat/ pertemuan yang diselenggarakan oleh pengurus dan sebagian besar responden (71,1%) juga mengatakan sebagian besar remaja aktif mengikuti kegiatan karang taruna.

Hal ini juga dapat dilihat perolehan skor dari masing-masing komponen yang menunjukkan bahwa rata-rata skor yaitu dari 3,23 –4,88, ini dapat diinterpretasikan bahwa pemahaman responden relatif baik sampai sangat memahami. Dari data diatas menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat terhadap organisasi karang taruna relatif baik dan dapat diartikan juga bahwa :

¨ Masyarakat tidak hanya sekedar mengetahui apa organisasi dan apa yang seharusnya menjadi anggota dan pengurusnya tetapi masyarakat juga turut memantau kiprah perkembangan organisasi yang ada di lingkungannya. Secara implisit dapat dikemukakan bahwa pemahaman masyarakat bahwa karang taruna tidak hanya sebatas keterampilan fisik, tetapi mereka juga mengetahui proses pelaksanaan kegiatan dimaksud.

¨ Interaksi sosial antara pengurus karang taruna dan remaja telah terbangun.

Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat telah mempunyai kesamaan persepsi tentang organisasi karang taruna.

Beberapa faktor yang diduga berpengaruh terhadap terbangunnya kesamaan persepsi masyarakat tentang organisasi karang taruna. :

¨ Sosialisasi karang taruna telah dijadikan sebagai salah satu program kegiatan organisasi dengan tujuan membangun persepsi masyarakat bahwa karang taruna bukan kebutuhan dari salah satu organisasi politik tertentu.

¨ Pengurus dan generasi muda mempunyai semangat dalam pengembangan kegiatan karang taruna. Kondisi ini tercermin dari interaksi sosial yang relatif baik diantara pengurus dan anggota karang taruna.

¨ Kegiatan organisasi karang taruna di tengah masyarakat relatif bermanfaat.

b. Respon Masyarakat Terhadap Pengembangan Organisasi Karang Taruna

hal ini akan dilihat dari beberapa aspek :

¨ Respon masyarakat terhadap keinginan anak untuk ikut aktif dalam organisasi karang taruna. Secara umum kegiatan karang taruna telah mendapat respon positif dari masyarakat. Sebanyak 48,2% responden masyarakat memberikan alasan bahwa karang taruna merupakan tempat penyaluran bakat remaja. Kemudian 32,5% menyatakan bahwa selain penyaluran bakat remaja tetapi juga dapat merubah perilakunya ke arah yang lebih baik dan selebihnya menanggapi bahwa remaja mengikuti kegiatan karang taruna hanya sekedar pengisian waktu luang. Kondisi ini mengindikasikan bahwa kegiatan karang taruna bermanfaat sebagai upaya pencegahan dan penanganan masalah-masalah yang dialami para remaja, bahkan dapat menyalurkan bakat dan minat yang dimilikinya untuk dikembangkan ke arah yang positif.

¨ Respon masyarakat terhadap keterlibatan remaja dalam karang taruna adalah relatif baik. Hal ini ditunjukkan 18,1% responden memberikan kebebasan kepada anaknya untuk menentukan pilihan, 33,7% responden mendorong anak untuk ikut aktif di dalam organisaasi dan 48,2% responden akan berusaha untuk membantu dan mengarahkan anak di dalam kegiatan karang taruna.

¨ Sedangkan respon masyarakat terhadap statemen pengembangan kegiatan karang taruna di dukung oleh seluruh warga masyarakat desa. Sebagian besar responden (56,6%) menyatakan sangat setuju dan 38,6% setuju. Walaupun penekanan pernyataannya berbeda, kondisi ini dapat dikonotasikan 96,2 % responden menyetujui statemen tersebut. Kemudian pada umumnya (98,8%) menyatakan bersedia memberikan dukungan/bantuan untuk pengembangan kegiatan karang taruna, walaupun dalam bentuk yang berbeda. mereka yang bersedia memberikan dukungan/bantuan, sebagian (54,2% ) bersedia memberikan bantuan seperlunya, dan selebihnya ada yang memberikan bantuan yang bersifat insidental/kadang-kadang (922,9%), kemudian 16,9% sering memberikan bantuan dan selalu memberikan bantuan apabila diminta bantuan (4,8%).

Hal ini juga dapat dilihat dari perolehan skor rata-rata yaitu 2,70 – 4,46, hal ini dapat diinterpretasikan bahwa dukungan masyarakat terhadap pengembangan organisasi karang taruna relatif besar. Respon positif masyarakat terhadap beberapa komponen pengembangan merupakan dukungan besar yang mampu memberikan ketenangan dan kenyamanan beraktifitas dan sangat kondusif untuk peningkatan produktifitas kerjanya. Keinginan remaja untuk ikut berperan aktif di dalam kegiatan karang taruna merupakan salah satu faktor yang cukup bepengaruh terhadap keberlanjutan organisasi (kaderisasi). Informasi tersebut mengindikasikan bahwa fungsi karang taruna yakni sebagai wadah pemberdayaan generasi muda (remaja) telah dapat dijalankan.

c. Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Karang Taruna

Partisipasi masyarakat pada dasarnya merupakan faktor yang relatif besar pengaruhnya terhadap keberlanjutan dan pengembangan organisasi karang taruna. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat dalam penelitian ini akan ditinjau dari bentuk dukungan yang diberikan, frekuensi dukungan yang diberikan, kehadiran dalam berbagai pertemuan yang diselenggarakan pengurus karang taruna dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan karang taruna.

Sebagian besar responden (96,4%) mendukung kegiatan karang taruna di wilayahnya, sedangkan bentuk dukungan yang diberikan responden berupa sumbang saran/bimbingan (45,8%), sumbang saran/bimbingan dan tenaga (21,7%), sumbang saran/bimbingan, tenaga dan materi/barang (13,3%). Sedangkan responden yang memberikan dukungan secara total sebanyak 15,7%. Kemudian setiap kegiatan karang taruna ternyata responden tidak selalu memberikan dukungan terhadap karang taruna. frekuensi dukungan yang sering diberikan dinyatakan oleh 38,6% responden dan selebihnya kadang-kadang (34,9%) dan selalu memberikan dukungan 16,9% sedangkan 3,6% menyatakan belum pernah memberikan dukungan.

Kemudian secara umum (91,6%) masyarakat pernah menghadiri pertemuan yang diselenggarakan oleh karang taruna. Namun demikian dari responden yang pernah menghadiri pertemuan tersebut tidak semuanya selalu menghadiri setiap pertemuan tersebut, ada yang hanya kadang-kadang dapat menghadiri (45,8%), sering menghadiri (31,3%) dan selebihnya selalu menghadiri dan hanya 1-2 kali menghadiri. Kehadiran responden dalam pertemuan tersebut disesuaikan dengan tingkat kesibukan mereka. Apabila pertemuan remaja diadakan pada malam hari biasanya masyarakat yang hadir cukup banyak dan sebaliknya tidak semua masyarakat bisa hadir apabila pertemuan diadakan pada siang hari.

Sedangkan keaktifan responden dalam kegiatan karang taruna sebagian besar responden (60,2%) menyatakan tidak bisa ikut aktif dalam kegiatan karang taruna. Sedangkan mereka yang aktif dalam kegiatan karang taruna pada umumnya adalah responden yang ikut terlibat dalam kepengurusan wilayah maupun kepengurusan karang taruna. Keterlibatan responden ini membuktikan bahwa eksistensi karang taruna didukung sepenuhnya oleh komponen masyarakat setempat. Mereka yang tidak terlibat langsung juga bukan berarti tidak mendukung kegiatan karang taruna, karena kegiatannya mampu mengurangi permasalahan sosial remaja di wilayahnya.

Pengetahuan Dan Motivasi Remaja Dan Pengurus Karang Taruna

Tujuan yang hendak dicapai dari aplikasi model pemberdayaan remaja melalui karang taruna adalah terjadinya respon/sikap remaja dan pengurus yang tergabung dalam kelompok uji coba terhadap organisasi dan kegiatannya. Respon/sikap remaja terhadap organisasi karang taruna pada dasarnya merujuk pada pemahaman dan motivasi remaja terhadap karang taruna, dan bentuk-bentuk partisipasi yang dilakukan oleh remaja terhadap kegiatan yang diprogramkan oleh organisasi.

Pemahaman remaja dan pengurus karang taruna pada dasarnya dapat ditelusuri dari pandangan kelompok kerja tentang pengertian karang taruna dan kepengurusan dalam organisasi karang taruna. Berdasarkan hasil skoring data dan informasi dapat dikemukakan bahwa pandangan remaja terhadap karang taruna relatif baik. Dalam kerangka ini mereka telah mempunyai pengetahuan tentang apa yang dimaksud dengan karang taruna, siapa saja yang dapat menjadi pengurus karang taruna dan apa saja yang menjadi konsentrasi kegiatan karang taruna. Dalam keseharian aktivitas pengurus karang taruna tidak terlepas dari pengamatan mereka. Informasi ini mengindikasikan adanya kepedulian remaja terhadap pengejawantahan organisasi karang taruna. Kepedulian mereka tidak hanya terbatas pada pengamatan saja, tetapi mereka secara partisipatif telah mengikuti kegiatan yang diselenggarakan oleh organisasi.

Untuk mengkaji perubahan yang terjadi pada proses uji coba dapat dilihat dari hasil pretest dan postest. Dari hasil postest terlihat 3 komponen yang mengalami peningkatan, masing-masing komponen tentang pengertian tentang organisasi karang karuna (dari 4,75 – 4,78), kemudian komponen jenis kegiatan karang taruna yang diikuti oleh remaja (4,02 menjadi 4,08), dan komponen siapa yang menjadi pengurus karang taruna (3,48 menjadi 4,27) serta tujuan responden mengikuti kegiatan (dari skor 4,93 menjadi 4,95). Satu komponen yang mengalami penurunan yaitu dari skor 4,48 menjadi 4,02 pada saat postest, hal ini terjadi pada komponen pandangan terhadap aktivitas pengurus. Sedangkan rata-rata skor total dari komponen yang membangun pemahaman dan motivasi kelompok kerja tentang karang taruna (baik pretest maupun posttest) tidak mengalami perubahan yang ekstrim, yakni dari skor rata-rata 4,33 pada saat pretest menjadi skor rata-rata 4,42 saat postest. Skor tersebut dapat dikategorikan tinggi sekali. Hal ini ada beberapa kemungkinan yang dapat diinterpretasikan yakni:

¨ Kiprah karang taruna ditengah masyarakat relatif baik, dan manfaat kegiatannya telah dapat dirasakan oleh masyarakat, artinya organisasi ini telah dikenal dan dipahami dengan baik oleh masyarakat (khususnya kelompok kerja).

¨ Pertanyaan dalam instrumen penelitian pada saat pretest masih dalam ingatan kelompok kerja sehingga jawaban yang diberikan pada saat postest relatif sama. Informasi ini mengindikasikan intelektual kelompok kerja relatif baik.

Bila dilihat pada masing-masing komponen maka dapat diartikan bahwa responden remaja telah mengerti betul tentang fungsi dari organisasi karang taruna di daerahnya, dan pengetahuan remaja tentang jenis kegiatan yang diselenggarakan organisasi relatif baik, hal ini tercermin dari jawaban 95 % responden menyebutkan lebih dari 3 jenis kegiatan yang diselenggarakan. Sedangkan pada komponen siapa yang seharusnya menjadi pengurus karang taruna terjadi peningkatan skor dari level tinggi ke tinggi sekali. Perubahan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa remaja sudah memahami bahwa karang taruna adalah benar-benar untuk generasi muda, mereka semakin mengetahui dan menyadari posisinya dalam organisasi karang taruna. Kondisi ini tercermin juga dari keinginan sebagian responden remaja (46,7%) yang mengehendaki adanya proses demokratisasi dalam penentuan pengurus.

Perubahan hasil skoring yang perlu dicermati adalah pada penurunan skor, yakni dari kategori tinggi sekali ke kategori tinggi, hal ini terjadi pada pandangan remaja terhadap aktivitas pengurus. Penurunan angka tersebut terkesan seolah-olah kinerja pengurus karang taruna mengendor, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Penurunan angka ini dapat diinterpretasikan bahwa selama proses ujicoba telah terjadi peningkatan wawasan pada kelompok kerja dalam hal penggunaan standar pengukuran kinerja organisasi. Penurunan penilaian terhadap kinerja pengurus karang taruna juga dapat diinterpretasikan sebagai indikasi mulai terbangunnya motivasi remaja. Bahwa pada saat pretest mereka memandang aktivitas pengurus di mata remaja adalah sangat sarat pekerjaan dan sibuk sekali. Sementara mereka belum mempunyai pengalaman dan atau keterampilan dalam berorganisasi, sehingga mereka akan memberikan penilaian terhadap kinerja pengurus relatif tinggi. Berbeda dengan penilaian kelompok kerja pada saat postest, bahwa mereka telah mempunyai acuan untuk mengamati kinerja pengurus, yakni pengalaman dan keterampilan mereka dalam mengelola kegiatan pada saat proses uji coba berjalan.

Terbangunnya motivasi remaja tersebut diperjelas dengan angka hasil skoring tentang tujuan mereka mengikuti kegiatan karang taruna (khususnya mengikuti kegiatan kelompok uji coba). Kenaikan rata-rata skor dari saat preetest (4,75) menjadi 4,78 pada saat postest yang dikategorikan tinggi sekali. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa semangat dan gairah kelompok kerja selama proses uji coba berlangsung sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa motivasi kelompok kerja relatif baik, bahkan selama proses uji coba telah terjadi peningkatan. Hal ini juga tercermin dari jawaban responden yang pada umumnya (95%) mengemukakan bahwa tujuan mengikuti kegiatan karang taruna adalah untuk belajar berorganisasi.

Penguatan Potensi Remaja dan Pengurus Karang Taruna.

Adapun materi yang diberikan dalam penguatan potensi remaja dan pengurus ini meliputi informasi tentang partisipasi, analisis SWOT, dan manajemen.

a. Pandangan Remaja Tentang Partisipasi

Hal ini akan ditelusuri dari pandangan kelompok kerja tentang aktivitas remaja dalam kegiatan karang taruna dan dukungan yang diberikan oleh masyarakat kepada karang taruna. Remaja diajak untuk melihat kontribusi masyarakat terhadap pengembangan karang taruna.

Skor rata-rata dari seluruh komponen yang membangun pandangan remaja terhadap partisipasi masyarakat dalam pengembangan karang taruna mengalami penurunan dari skor rata-rata sebesar 3,59 saat pretest menjadi 3,47 pada saat posttest, skor rata-rata yang mengalami peningkatan hanya terjadi pada satu komponen yaitu kegiatan yang diikuti oleh remaja.

Dalam menginterpretasikan penurunan angka hasil preetest dan postest tersebut perlu kecermatan dan kehati-hatian. Pengamatan secara sepintas terhadap penurunan angka tersebut mempunyai kesan bahwa selama proses ujicoba partisipasi masyarakat berangsur turun. Jika realitas ini terjadi maka dalam kasus uji coba terjadi pengulangan permasalahan klasik yang dialami oleh karang taruna. Yaitu kegiatan karang taruna lebih bersifat sporadis dan insidental. Konotasinya model yang diujicobakan tidak mampu membangun kontinuitas partisipasi masyarakat, padahal yang terjadi justru sebaliknya. Penurunan angka pada skor rata-rata pada penilaian kelompok kerja tersebut pada dasarnya merupakan salah satu indikasi keberhasilan dari sosialisasi informasi tentang partisipasi. Informasi tersebut diberikan untuk membangun pemahaman tentang pengertian partisipasi dan bentuk-bentuk partisipasi kepada kelompok kerja yang disampaikan setelah dilakukan pretest dari aplikasi informasi tersebut, mereka telah menggunakan standar yang berbeda, sehingga hasil penilaian terhadap bentuk-bentuk dukungan dari masyarakat pada saat preetest akan berbeda dengan penilaian pada saat posttest. Mereka tidak hanya memandang partisipasi dari segi kuantitas tetapi sudah lebih mengarah pada kualitas.

b. Aplikasi Manajemen

Informasi yang diberikan dalam proses pembelajaran manajemen yang dibangun lebih mengarah pada manajemen sederhana, yang unsur-unsurnya terdiri dari penyusunan/perencanaan program dan evaluasi kegiatan.

c. Perencanaan Program

Secara implisit remaja dan pengurus karang taruna yang tergabung dalam kelompok kerja telah mampu mengaplikasikan analisis SWOT. Artinya mereka telah mampu membangun suatu program yang diharapkan mempunyai nilai atau makna, baik bagi peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat banyak (khususnya remaja) maupun peningkatan instansi sektor. Target yang hendak dicapai dari program kelompok kerja telah mengarah pada substansi pemberdayan yang telah tercermin dari program yang mereka bangun yaitu :

¨ Peningkatan penguasaan aset intelektual yaitu peningkatan SDM di bidang peternakan, konsultasi dengan instansi sektor untuk mengakses buku, informasi manajemen dan peternakan, bimbingan kewirausahaan, pertemuan anggota kelompok.

¨ Peningkatan penguasaan aset ideologi yaitu berupa kegiatan sosial spiritual yang dilakukan secara insidentil (pemanfaatan acara ritual yang ada di masing-masing daerah), dan yang bersifat kontinyu (mingguan dan bulanan), menghubungi tokoh-tokoh agama.

¨ Peningkatan penguasaan aset material yaitu UEP peternakan, penyewaan peralatan perkawinan, batako, sosialisasi usaha di lingkungan remaja, kerjasama dengan pengusaha yang mempunyai keterkaitan dengan usaha kelompok kerja, dan mencari dukungan masyarakat untuk pengembangan usaha.

Mencermati capaian hasil susunan program tersebut ada beberapa hal yang dapat diungkapkan yakni :

¨ Selama proses penyusunan program tersebut telah terjadi interaksi sosial yang relatif kondusif antara remaja dan pengurus karang taruna.

¨ Sadar ataupun tidak interaksi sosial yang terjadi pada tahap perencanaan program kelompok karang taruna merupakan proses awal kaderisasi pengurus karang taruna dan aktualisasi potensi remaja.

d. Monitoring

Berdasarkan data yang diperoleh melalui hasil FGD dapat dikemukakan, bahwa informasi yang disampaikan tidak hanya sebatas pada capaian hasil yang dipandang positif dan persentasenya mencapai 80 % lebih, bahkan melampauai target sehingga dapat dikatakan bahwa kinerja kelompok kerja yang dibangun selama uji coba model relatif baik dan mereka telah mampu menentukan tindak lanjut kegiatan dari hasil yang dia miliki baik dari keberhasilan maupun dari kegagalan pelaksanaan kegiatan (terutama UEP) dari hasil yang dicapai yang melampaui target, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu, pada tahap perencanaan terjadi kekurang akuratan dari penaksiran penentuan target (under estimate). Yang berarti target yang ditentukan relatif rendah sementara potensi yang diamati luput dari perhatian kelompok kerja, sehingga aset yang dimiliki (intelektual, ideologi dan material) belum didayagunakan secara optimal. Kemudian terjadi peningkatan kemampuan dan kinerja kelompok kerja yang sangat tinggi.

Melihat capaian hasil kegiatan pada saat monitoring ada beberapa hal yang dapat diungkapkan terutama pada kemampuan kelompok kerja dalam mengaplikasikan model. Walaupun di satu sisi menampakkan keberhasilan kegiatan dan di sisi lain terjadi kegagalan, ada satu hal yang perlu dicermati dari kasus kegagalan ini adalah bagaimana mereka melakukan tindak lanjut dari hasil monitoring. Seperti kegagalan yang terjadi pada UEP peternakan ayam (NTB), bukan semata karena ketidak mampuan kelompok kerja dalam melaksanakan kegiatannya, tetapi ada keterkaitannya dengan penyakit endemik ayam, kegagalan ini telah membuahkan kegiatan baru sebagai tindak lanjut dari kegagalan tersebut, yang mempunyai prospek yang lebih baik dan resiko lebih ringan, yakni UEP peternakan itik dan lele dumbo. Situasi ini mengindikasikan bahwa mereka telah mampu mengadopsi nilai-nilai yang diinformasikan (penerapan analisis SWOT) untuk mencari solusi dari suatu masalah, mereka mampu melihat permasalah (hambatan dan tantangan) secara jelas, potensi yang dapat dikembangkan dan peluang yang dapat diakses.

e. Evaluasi

Persentase kegiatan yang telah dicapai oleh kelompok kerja (baik kegiatan sosial maupun UEP) dapat dikategorikan sangat baik, yakni hasil kegiatan rata-rata mencapai ­lebih besar atau sama dengan ­80% dari target, bahkan ada beberapa jenis kegiatan yang telah dilampaui target yang ditentukan dalam program. Informasi ini mengindiksikan adanya motivasi dan kinerja yang relatif besar dari kelompok kerja yang dibangun pada masa ujicoba dan informasi ini juga mengungkapkan terjadinya penguatan penguasaan asset pada karang taruna.

Berdasar hasil evaluasi ini dapat dikemukakan beberapa hal sebagai berikut :

¨ Selama proses penelitian ini berlangsung telah terbangun interaksi sosial yang kondusif diantara remaja.

¨ Materi informasi untuk penguatan potensi yang disampaikan oleh peneliti mempunyai manfaat dalam penguatan potensi kelompok kerja.

¨ Selama proses ujicoba berjalan telah terjadi penguatan potensi remaja dan pengurus dalam aspek keterampilan memanage kegiatan riil.

¨ Capaian hasil yang telah dikerjakan oleh kelompok kerja selama proses ujicoba telah memberikan nilai positif bagi peningkatan kesejahteraan sosial di lingkungan karang taruna, terutama dalam pengembangan dan aktualisasi remaja.

Respon dan Dukungan Masyarakat Terhadap Model Yang Diujicobakan

Secara umum respon atau tanggapan yang diberikan oleh masyarakat luas terhadap aplikasi model relatif baik (positif). Hal ini tercermin dari kehadiran dan antusias masyarakat pada setiap pertemuan pada proses ujicoba, pendapat/pandangan yang dikemukakan untuk pengembangan organisasi karang taruna, dan dukungan yang diberikan tidak hanya selama proses ujicoba berjalan. Berdasar informasi yang terhimpun melalui penelitian ini, maka tanggapan yang diberikan masyarakat luas terhadap model yang diujicobakan dapat dikemukakan sebagai berikut :

a. Respon Instansi Sektor

Respon instansi sektor terhadap model relatif baik, hal ini terlihat dari tanggapan-tanggapan dan dukungan yang diberikan dalam kegiatan ujicoba model, bahkan ada yang ingin memprogramkan pengembangan karang taruna seperti model yang diujicobakan, terutama dari segi pendekatannya yaitu pendekatan partisipatif. Bahkan ada beberapa saran yang diberikan yaitu ujicoba model seperti ini tidak hanya dilakukan di tiga karang taruna ini tetapi dilaksanakan juga di karang taruna lain di lokasi yang berbeda, bahkan ada yang langsung menunjuk lokasi tertentu di Propinsi yang sama yang memungkinkan untuk dilaksanakan ujicoba model seperti ini, karena ujicoba model pemberdayaan seperti ini, menurut instansi sektor cukup efektif dalam usaha menggali kebutuhan dan potensi remaja, dan perlu dikembangkan pada karang taruna lainnya.

Kemudian beberapa saran dari aplikasi model yang diujicobakan bahwa hasilnya harus ditindak lanjuti oleh direktorat, dalam kerangka karang taruna dapat dijadikan mitra kerja pada realisasi program-program yang digulirkan di tingkat desa beberapa instasi sektor bukan hanya memberikan tanggapan tetapi sudah menindak lanjuti dengan memberikan kontribusi untuk pengembangan kegiatan yang telah diprogramkan yaitu dinas sosial Bengkulu dan dinas koperasi.

b. Respon Karang Taruna

Tanggapan karng taruna terhadap model yang diujicobakan, dapat dikemukakan sebagai berikut :

¨ Formulir yang diberikan dipandang mempermudah penyusunan program dan pemantauan hasil yang dicapai, disisi lain kejelasan program dan capaian hasil dalam formulir tersebut dapat dapat dipergunakan sebagai sarana untuk mempertanggung jawabkan kegiatan yang telah dilaksanakan kepada masyarakat.

¨ Karang taruna dari desa luar lokasi uji coba menaruh perhatian besar terhadap kegiatan yang dilakukan oleh kelompok kerja. perhatian ini diwujudkan dalam bentuk kunjungan untuk mengetahui lebih dalam tentang kegiatan yang dilaksanakan.

c. Respon Tokoh Masyarakat

beberapa respon positif tokoh masyarakat yaitu :

¨ Kesediaan tokoh agama untuk memberikan pelayanan rohani kepada remaja baik selama ujicoba dan pasca ujicoba.

¨ Ungkapan lain yaitu, jika karang taruna sudah menunjukkan kegiatannya, akan memberikan bantuan untuk mendukung kegiatan karang taruna dan hal ini telah dibuktikan dalam bentuk bantuan barang berupa meja prasmanan 4 buah dan piring 750 buah.

¨ Kemudian ada tokoh masyarakat yang mengatakan bahwa ujicoba ini cukup bermanfaat dalam rangka peningkatan pengetahuan remaja khususnya dalam menyusun program kegiatan sekaligus melaksanakan monitoring dan melakukan evaluasi kegiatannya sendiri.

¨ Kesediaan tokoh masyarakat untuk memberikan bimbingan manajemen dalam pengelolaan UEP.

III. PENUTUP

Kesimpulan

Dari Uraian hasil penelitian dan analisa terdahulu maka capaian fungsional model yang diujicobakan dapat disimpulkan sebagai berikut:

- Dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan karang taruna, informasi yang perlu disampaikan adalah informasi tentang: (a) Organisasi Karang Taruna; (b) Keanggotan dan Pengurus Karang Taruna; (c) Aktivitas Karang Taruna; (d) Permasalahan dan Potensi Remaja.

- Dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap keberadaan karang taruna di lingkungannya merupakan modal dasar untuk membangun sikap partisipasi masyarakat dalam pembinaan, pengembangan dan keberlanjutan program organisasi.

- Terbinanya kemandirian organisasi karang taruna dalam pelaksanaan peran dan fungsi organisasi semakin mampu mengembangkan potensi dan mengatasi permasalahan remaja yang akhir-akhir ini cenderung meningkat.

- Pengetahuan dan pemahaman remaja tentang organisasi karang taruna mempunyai kaitan yang erat terhadap motivasi remaja dalam pelaksanaan kegiatan karang taruna.

- Materi tentang karang taruna, partisipasi dan manajemen yang disampaikan dalam proses ujicoba memberikan kontribusi dalam peningkatan pemahaman kelompok kerja untuk memanage informasi ke dalam kegiatan organisasi.

- Adanya tanggapan atau respon yang positif terhadap model yang diujicobakan baik dari instansi sektor, masyarakat maupun remaja, sehingga model yang diujicobakan dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan remaja melalui organisasi karang taruna pada daerah lain dengan karakteristik yang sama.

Rekomendasi

- Prinsip dasar dalam rangka membangun sikap partisipasi masyarakat adalah kesadaran dan tanggungjawab sosial atas suatu kegiatan yakni mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pemanfaatan hasil yang telah dicapai dalam rangka peningkatan partisipasi masyarakat, membangun persepsi masyarakat merupakan langkah awal yang sebaiknya dilakukan mengacu prinsip-prinsip community organization. Pada tahap ini perlu di dukung dengan program sosialisasi karang taruna secara intensif oleh lembaga yang mempunyai komitmen terhadap pembinaan karang taruna.

- Mengingat bahwa karang taruna merupakan salah satu pilar partisipasi masyarakat, maka organisasi ini perlu diposisikan sebagai suatu lembaga yang mempunyai posisi yang strategis. Oleh karena itu, muatan atau substansi yang membangun model perlu dilengkapi dengan substansi kemitraan dalam kerangka ini karang taruna mempunyai peluang untuk melakukan kegiatan bersama dengan masyarakat luas baik secara individu maupun kelembagaan.

- Dalam konteks kelembagaan karang taruna dapat menjalin kemitraan dengan seluruh unit yang berada di Departemen Sosial dan atau instansi lain (baik pemerintah maupun swasta/dunia usaha) yang mempunyai jangkauan program sampai ke tingkat desa/kelurahan.

DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Abu. 1991. Psikologi Sosial., Rineka Cipta Jakarta.

Asmara, Hendra. 1986. Perencanaan dan Pembangunan di Indonesia, Gramedia, Jakarta.

Clark, John. 1995. NGO dan Pembangunan Demokrasi, (Judul Asli: Democratizing Development The Role Of Voluntary Organization: Godril Dibyo Yuono), Tiara Wacana, Yogyakarta..

Davis, Keith, 1967. Human Relation at Work The Dynamics Of Organizational Behavior. Mc. Grow Hill Book Company.

Departemen Sosial RI. 1999, Buku Panduan Pedoman Dasar Karang Taruna, Jakarta.

Direktorat Peningkatan Peran Kelembagaan Sosial dan Kemitraan, 2003, Dinamika Generasi Muda di Akar Rumput (Sejarah Kelahiran, Pertumbuhan dan Perkembangan Karang Taruna), Jakarta.

Hawari, Dadang, 2000, Penyalahgunaan dan Ketergantungan Napza, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.

Hadist, Fawazia Aswin, 1991, Perilaku Menyimpang Remaja Ditinjau Dari Psikologi Perkembangan, Dalam Kumpulan Makalah Seminar Problematika Remaja Kita dan Tantangan Masa Depannya. Direktorat Kesehatan, Ditjen Matfas-Jasa Departemen Hankam, Bekerjasama dengan Ikatan Dokter Ahli Jiwa Indonesia (IDAJI), Jakarta.

Iskandar, Jusman, 1993, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat, Bandung: Koperasi Mahasiswa STKS.

Mar’at, 1998. Sikap Manusia, Perubahan, Serta Pengukurannya, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Mulyono, Bambang, 1993, Mengatasi Kenakalan Remaja, Dalam Perspektif Pendekatan: Sosiologis-Psikologis-Teologis, Yayasan Andi, Jakarta.

Nuryoto, Sartini, 1995, Psikologi Perkembangan, Yogyakarta, 1995.

Pranarkaka A.M.W. dan Moeljanarto Vidhyandika, 1995, Pemberdayaan (Enpowerment) dalam Prijono S, Onny dan Pranarka A.M.W. (Penyunting), Pemberdayaan: Konsep, Kebijakan dan implementasinya, Centre For Strategic And International Studies, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 1977, Sosiologi Suatu Pengantar, Cetakan ke enam, Yayasan Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Sulastri, Melly Ari, 1987, Psikologi Perkembangan Remaja, Surabaya: Bina Aksara.

Santoso S, 1999, Mengolah Data Statistik Secara Profesional, SPSS, Gramedia, Jakarta.

Simanjuntak, 1988, Latar Belakang Kenakalan Remaja, Alumni, Bandung.

Talzdu nDraha, 1990, Pembangunan Masyarakat, Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas, Rineka Cipta, Jakarta.

Tjokrominoto, Moeljarto, 1996, Pembangunan, Dilema dan Tantangan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Wirawan, Sarlito, S, 2001, Psikologi Remaja, Jakarta: raja Grafindo Persada

Tidak ada komentar:

Posting Komentar